Sejak beberapa tahun terakhir, tasawuf, yang disebut pula Sufisme atau ‘Irfan, telah digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Kegandrungan ini muncul pasca modernisme gagal dan tidak mampu menjawab serangkaian problema serta mengobati kegelisahan dan pencarian spiritual manusia. Sebagaimana diketahui, pencarian dan pemenuhan kebutuhan manusia terhadap sesuatu yang langgeng dalam dirinya merupakan suatu kodrat.

Tasawuf adalah sumber kehidupan batiniah dan pusat yang mengatur keseluruhan or­ganisme keagamaan Islam. Jika Islam diibaratkan sebagai tubuh, maka tasawuf adalah jantungnya. Hubungan antara tasawuf dan Islam dapat pula diumpamakan dengan hubungan ruh dan jasad. Dapat dipastikan bahwa manusia tidak mungkin hidup, bergerak, dan mengatur dirinya, meskipun jasadnya masih utuh, jika tidak memiliki ruh. Demikian pula Islam, tanpa tasawuf—atau disebut dengan istilah apa pun seperti spiritualitas, keruhanian, dan ihsān— yang merupakan “ruh” akan menjadi agama yang menekankan hanya aspek lahiriah, aspek formal, yang tidak berfungsi membangun karakter tangguh, akhlak mulia, untuk mengangkat martabat manusia (Warisan Agung Tasawuf, 2015).

Salah satu cara untuk memahami dan mengenal tasawuf adalah melalui karya-karya besar (magnum opus) yang ditulis oleh para pelaku dan pengamalnya, yakni para sufi. Buku “Warisan Agung Tasawuf: Mengenal Karya Besar Para Sufi” didesain untuk memperkenalkan beberapa karya besar para Sufi itu. Seperti ditulis oleh Kautsar Azhari Noer dalam pengantarnya untuk buku ini, “Sebuah karya disebut ‘karya besar’ bukan karena tebal atau banyak jumlah halamannya, tetapi karena orisinalitasnya, pengaruhnya yang besar, dan posisinya yang signifikan dalam sejarah perkembangan tasawuf. Karya seperti ini, biasanya, dibaca dan dijadikan rujukan oleh banyak peminat, pengkaji dan pengamal tasawuf.”

Beberapa karya para Sufi yang dibahas dalam buku ini meliputi: al-Ri‘āyah li Huqūq Allāh karya al-Muhasibi, Kitāb Khatm al-Awliyā’ karya al-Hakim al-Tirmidzi, al-Mawāqif wa al-Mukhātabāt karya al-Niffari, al-Luma‘ fī al-Tashawwuf karya al-Sarraj, al-Ta‘arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf karya al-Kalabadzi, Qūt al-Qulūb fī Mu‘āmalat al-Mahbūb karya Abu Thalib al-Makki, al-Risālah fī ‘Ilm al-Tashawwuf karya al-Qusyayri, Kasyf al-Mahjūb karya al-Hujwiri, Manāzil al-Sā’irīn karya al-Anshari, Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn karya al-Ghazali, dan Fushūsh al-Hikam karya Ibn ‘Arabi. Dan kontributor penulisan karya ini adalah para peneliti dan cendekiawan Islam Indonesia, di antaranya: Abdul Muhaya, Abdul Moqsith Ghazali, Asep Usman Ismail, Ikhlas Budiman, Kautsar Azhari Noer, Muhammad Aunul Abied Shah, Sri Mulyati, Suryana, dan Yunasril Ali.

Lantaran luasnya kajian dalam buku ini, tak salah jika Mukti Ali, Penulis buku Islam Mazhab Cinta; Cara Sufi Memandang Dunia menyatakan: “Buku ini telah merekam resume dan kajian kritis dan mendalam terhadap kitab-kitab magnum opus ilmu tasawuf. Kitab-kitab yang dipilih oleh para pengkajinya merupakan kitab-kitab yang dalam sejarah pemikiran Islam telah dinobatkan sebagai cetak biru tasawuf dari dulu sampai hari ini dan bahkan mungkin sampai hari nanti. Sebab, kitab-kitab tersebut selaksa kompas yang menunjukkan arah yang tepat untuk melabuhkan hati, pikiran, dan amaliyah kita ke satu arah samudera kearifan. Sekaligus sebagai Globe (Bola dunia) yang membentangkan peta mistisisme Islam yang signifikan bagi para praktisi, pejalan spiritual (salik), petualang, penjelajah, dan pengamat.”