Menjawab Polemik Tasybih dan Tanzih Ibn Arabi

Di tengah perdebatan seputar hubungan ontologis antara Tuhan dan alam, gagasan tasybih (penyerupaan al-Haqq dengan ciri-ciri yang dimiliki alam) dan tanzih(penafian keserupaan al-Haqq dari alam) telah menjadi dua istilah kunci sejak awal perkembangan ilmu kalam. Dalam merespon beberapa ayat al-Quran yang melekatkan Tuhan dengan gambaran semisal “tangan” Tuhan, “wajah” Tuhan, “kursi” Tuhan, dan lain-lain yang juga dimiliki ciptaan, di satu sisi, di samping ayat yang menegaskan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, muncul kontroversi, haruskah makna di balik ungkapan-ungkapan Ilahi tersebut diimani apa adanya (literal), atau digantikan (takwil) dengan makna lain yang lebih layak secara rasional disandang Tuhan yang absolut. Posisi pertama adalah sikap teolog pendukung tasybih, sedang yang kedua adalah  kebalikannya, sikap teolog pendukung tanzih.

Uniknya, di tengah pertentangan teologis tersebut, Ibn Arabi tidak menerima satu gagasan dan menolak yang lainnya. Ia menerima keduanya secara bersamaan. Hal ini menjadikan pendiriannya tampak paradoksikal dan membingungkan. Namun, lewat buku “Mazhab Ibn Arabi: Mengurai Paradoksalitas Tasybih dan Tanzih”, penulis, Seyyed Ahmad Fazeli, sanggup menunjukkan penyelesaian dari paradoks tersebut. Dan inilah kelebihan dari buku ini.

Penulis menunjukkan penyelesaian dari paradoks tersebut tidak hanya secara rasional-logis dan doktrinal-mistis yang mendominasi ulasannya, namun juga tekstual-hermeneutis dengan menyuguhkan bukti dari ayat-ayat al-Qur’an tanpa harus mendistorsi literalitas makna dari ungkapannya. Semua perspektif ini terjalin secara koheren. Buku ini juga menggunakan pendekatan istilah peneliti kontemporer, semisal ithlaq maqsami, dalam analisis filosofis-mistisnya terhadap masalah tersebut, yang belum banyak ditemukan dalam karya serupa yang terbit di Indonesia.

Penulis buku ini sendiri merupakan peneliti, pengkaji, serta profesor di Universitas Internasi­onal al-Musthafa Qom, Iran. Dia pernah mengampu beberapa mata kuliah, semisal: hukum Islam, mistisisme komparatif, hermeneuti­ka, filsafat, dan tasawuf. Dia juga masih sering memberikan kajian seputar karya-karya filsuf dan sufi semisal Fushūsh al-Hikam karya Ibn Arabi, Mishbāh al-Uns karya Shadruddin Qunawi, Bidāyah al-Hikmah dan Nihāyah al-Hikmah karya Allamah Thabathaba’i. Pada periode 2009-2012, dia pernah menjabat sebagai Direktur Is­lamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *