Jum’at, 2 Mei 2014, selepas salat Jum’at, Sadra Press bekerjasama dengan Fakultas Falsafah Universitas Paramadina mengadakan acara bedah buku “Hermeneutika Sastra Barat dan Timur”. Bertempat di auditorium universitas Paramadina, acara ini dimulai pada jam 13.30. Bedah buku ini menghadirkan Tommy Christomi (Ahli Sastra dan Hermeneutika Barat), Nanang Tahqiq (Pakar Kebudayaan Islam), Fuad Mahbub Siraj (Pakar Hermeneutika Islam), dan Abdul Hadi W.M. (Penulis) sebagai pembicara.
Buku “Hermeneutika Sastra Barat dan Timur” adalah karya Prof. Dr. Abdul Hadi W.M., seorang budayawan, sastrawan, dan ahli filsafat. Puluhan karya sudah beliau hasilkan. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pencipta puisi bercorak sufistik.
Dalam kesempatan tersebut, penulis menuturkan bahwa niat untuk menulis buku khusus tentang hermeneutika, baik hermeneutika filsafat maupun hermeneutika seni atau sastra, telah lama timbul dalam pikirannya. Terutama sejak meneliti karya-karya Hamzah Fansuri, penyair dan sufi agung dari kepulauan Melayu, untuk keperluan penulisan disertasi Ph.D di Universiti Sains Malaysia antara tahun 1992-1995, yang menghasilkan buku yang telah diterbitkan pada tahun 2001 yaitu Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-karya Hamzah Fansuri. Beberapa esai tentang asas-asas dan tehnik penerapannya juga telah dihasilkan, yang sebagian di antaranya telah dimuat dalam antologi esai seperti Kembali ke Akar, Kembali ke Sumber (1999) dan Hermeneutika, Estetika dan Religiusitas (2004). Akan tetapi hanya berkat permintaan Pusat Bahasa keinginan menulis buku tentang hermeneutika sastra dengan cakupan lebih luas dapat terpenuhi. Buku yang sekarang ini ada di hadapan hadirin merupakan hasilnya.
Penulis dalam kesempatan ini menekankan perlunya memberikan perhatian pada hermeneutika dan estetika. Baginya, perlunya estetika diberi perhatian bukanlah untuk kepentingan perkembangan sastra itu sendiri dan juga bukan untuk kepentingan ilmu sastra dan sejarah seni semata-mata. Keperluan yang lebih besar terbentang di dalamnya, yaitu bagi perkembangan ilmu kebudayaan atau humaniora secara umum.
Sebagaimana diketahui bahwa yang memberi ciri utama pada suatu kebudayaan adalah dasar-dasar pandangan hidup (way of life), gambaran dunia (Weltanschauung), dan sistem nilai. Ciri ini terjelma terutama dalam dasar-dasar etika dan estetika yang dijadikan suatu komunitas dalam mengembangkan kebudayaan dan jati dirinya. Sebagai ungkapan estetik, sastra mencerminkan dinamika kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, penelitian sastra yang memperhatikan aspek-aspek estetik dan asas metafisika atau falsafah hidup yang ikut melahirkan suatu karya, dapat memperkaya dan memperkukuh perkembangan ilmu kebudayaan dan humaniora.
Lebih jauh, penulis menyebutkan bahwa peranan penting estetika dalam kehidupan manusia dan sejarah peradaban, khususnya dalam membentuk tradisi kebudayaan suatu umat atau kaum, dapat dilihat dalam sejarah bangsa-bangsa yang memiliki peradaban agung seperti Yunani Kuna, Romawi, India, Cina, Jepang, Arab Persia atau Islam, Eropa Renaissance dan Pencerahan. Hal yang sama dapat kita saksikan pula dalam sejarah kebudayaan Jawa dan Melayu. Peradaban-peradaban yang telah disebutkan itu terbentuk dalam sejarahnya melalui interaksi yang dinamis dengan tradisi-tradisi besar dari luar yang mereka jumpai, baik di bidang intelektual, keagamaan, maupun pemerintahan. Kebudayaan Jawa dan Melayu tumbuh sedemikian rupa dan berkembang menjadi tradisi besar setelah perjumpaannya dengan kebudayaan India, Arab, Persia, Cina, dan Eropa, serta dengan agama-agama besar seperti Hindu, Buddha, dan Islam. Dalam proses transformasinya yang berkelanjutan sepanjang sejarahnya itu, tidaklah kecil peranan sastra dan seni. Kita tahu bahwa melalui karya sastralah cita-cita budaya dan falsafah hidup suatu bangsa, begitu pula sistem nilai dan pandangan dunia (Weltanschauung) nya disebarluaskan dan meresap dalam kehidupan khalayak luas.
Pembicara lainnya, Tommy Christomi S.SA., S.S., M.A., menyebutkan bahwa buku karya Prof. Dr. Abdul Hadi W.M. ini amat dibutuhkan, terutama karena sedikitnya buku semacam ini di tanah air. Meski dalam pandangannya terdapat beberapa kritik terhadap buku ini, tetapi apresiasi yang tinggi layak diberikan. Sementara itu, Fuad Mahbub Siraj Ph.D. menjelaskan mengenai bagaimana hermeneutika dikenal dalam tradisi Islam. Adapun Nanang Tahqiq M.A. berupaya mendekati Hermeneutika dan Sastra dari kaca mata budaya.
Acara yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini, akhirnya ditutup dengan sesi tanya jawab dan foto bersama penulis.